Selamat Tahun Baru Muharram 1446, Puisi Gus Mus KH. Mushtofa Bisri Rembang
Puisi renungan tahun baru dari KH. Mustofa Bisri. Berisi renungan mendalam tentang kehidupan.
-
Selamat Tahun Baru Kawan
-
Kawan, sudah tahun baru lagi
-
Belum juga tibakah saatnya kita menunduk memandang diri sendiri
-
Bercermin firman Tuhan, sebelum kita dihisab-Nya
-
Kawan siapakah kita ini sebenarnya?
-
Muslimkah, mukminin, muttaqin,
-
kholifah Allah, umat Muhammadkah kita?
-
Khoirul ummatinkah kita?
-
Atau kita sama saja dengan makhluk lain atau bahkan lebih rendah lagi
-
Hanya budak perut dan kelamin
-
Iman kita kepada Allah dan yang ghaib rasanya lebih tipis dari uang kertas ribuan
-
Lebih pipih dari kain rok perempuan
-
Betapapun tersiksa, kita khusyuk didepan masa
-
Dan tiba tiba buas dan binal disaat sendiri bersama-Nya
-
Syahadat kita rasanya lebih buruk dari bunyi bedug,atau pernyataan setia pegawai rendahan saja.
-
Kosong tak berdaya.
-
Shalat kita rasanya lebih buruk dari senam ibu-ibu
-
Lebih cepat dari pada menghirup kopi panas dan lebih ramai daripada lamunan 1000 anak pemuda.
-
Doa kita sesudahnya justru lebih serius memohon enak hidup di dunia dan bahagia dis urga.
-
Puasa kita rasanya sekadar mengubah jadual makan minum dan saat istirahat, tanpa menggeser acara buat syahwat, ketika datang rasa lapar atau haus.
-
Kita manggut manggut, ooh…beginikah rasanya dan kita sudah merasa memikirkan saudara saudara kita yang melarat.
-
Zakat kita jauh lebih berat terasa dibanding tukang becak melepas penghasilanya untuk kupon undian yang sia-sia
-
Kalaupun terkeluarkan, harapan pun tanpa ukuran upaya-upaya Tuhan menggantinya lipat ganda
-
Haji kita tak ubahnya tamasya menghibur diri, mencari pengalaman spiritual dan material, membuang uang kecil dan dosa besar.
-
Lalu pulang membawa label suci asli made in saudi “HAJI”
-
Kawan, lalu bagaimana dan seberapa lama kita bersama-Nya
-
atau kita justru sibuk menjalankan tugas mengatur bumi seisinya,
-
mensiasati dunia khalifahnya,
-
Kawan, tak terasa kita semakin pintar, mungkin kedudukan kita sebagai khalifah mempercepat proses kematangan kita paling tidak kita semakin pintar berdalih
-
Kita perkosa alam dan lingkungan demi ilmu pengetahuan
-
Kita berkelahi demi menegakkan kebenaran,mengacau dan menipu demi keselamatan
-
Memukul, mencaci demi pendidikan
-
Berbuat semaunya demi kemerdekaan
-
Tidak berbuat apa apa demi ketenteraman
-
Membiarkan kemungkaran demi kedamaian pendek kata demi semua yang baik halallah sampai yang tidak baik.
-
Lalu bagaimana para cendekiawan, seniman, mubaligh dan kiai sebagai penyambung lidah Nabi
-
Jangan ganggu mereka
-
Para cendekiawan sedang memikirkan segalanya
-
Para seniman sedang merenungkan apa saja
-
Para mubaligh sedang sibuk berteriak kemana-mana
-
Para kiai sibuk berfatwa dan berdoa
-
Para pemimpin sedang mengatur semuanya
-
Biarkan mereka di atas sana
-
Menikmati dan meratapi nasib dan persoalan mereka sendiri
KH Ahmad Mustofa Bisri
Puisi ini terdapat dalam buku Antologi Puisi Tadarus karya Gus Mus, terbitan Adicita Karya Nusa Yogyakarta, 2003.